Map of the Republic of Indonesia

Whereas independence is the inalienable right of all nations, therefore, all colonialism must be abolished in this world as it is not in conformity with humanity and justice.

ONCE AND FOREVER

The Battle of Surabaya was fought between pro-independence Indonesian soldiers and militia against British and Dutch troops as a part of the Indonesian National Revolution.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

10 Jembatan Terpanjang di Indonesia

10. Jembatan Kutai Kartanegara (580 m)


Jembatan Kutai Kartanegara merupakan sarana penghubung antara Tenggarong Seberang, Tenggarong, Kutai Kartanegara. Dari Samarinda lama tempuh ± 30 Menit, sedangkan dari Balikppan ditempuh dengan ± 2 jam. Di Kota Tenggarong sebagai Ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara, terdapat banyak pilihan objek wisata yang dapat dinikmati ataupun dikunjungi oleh wisatawan, diantaranya yaitu Jembatan Kutai Kartanegara, Jembatan ini merupakn sarana penghubung antara Tenggarong Seberang dengan Kota Tenggarong. Panjang jembatan adalah 580 Meter. Dibangun menyerupai Jembatan Golden Gate yang terdapat di San Fransisco.



Jembatan ini juga merupakan akses menuju Kota Samarinda ataupun sebaliknya yang dapat ditempuh hanya sekitar 30 menit. Setiap kendaraan beroda 4 (empat) yang lewat dikenakan retribusi sebesar Rp. 1.000,-. Melewati Jembatan Kutai Kartanegara ada pemandangan menarik yang dapat disaksikan, yaitu hamparan sebuah pulau kecil yang memisahkan Kota Tenggarong dan Kecamatan Tenggarong Seberang, yaitu Pulau Kumala, sebuagh pulau yang telah disulap menjadi Kawasan Wisata Rekreasi yang banyak diminati oleh wisatawan Nusantara karena merupakan kawasan rekreasi keluarga yang hampir mirip dengan Taman Mini Jaya Ancol di Jakarta.



Di kawasan Jembatan Kutai Kartanegara juga terdapat Jam Bentong yang merupakan sebuah Tugu yang terdapat taman-taman yang terlihat asri dan indah jika dilihat dari atas jembatan. Di dekat jembatan dinagun sarana olahraga panjat dinding sebanyak 2 buah. Kawasan ii setiap sorenya selalu dipenuhi oleh pengunjung yang dapat menikmati keindahan Jembatan Kutai Kartanegara serta memandang Pulau Kumala dari kejauhan.


9. Jembatan Kahayan (640 m)



Jembatan Kahayan adalah jembatan yang membelah Sungai Kahayan di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Indonesia. Jembatan ini memiliki panjang 640 meter dan lebar 9 meter, terdiri dari 12 bentang dengan bentang khusus sepanjang 150 meter pada alur pelayaran sungai.



Jembatan ini pertama kali dibangun pada tahun 1995 dan selesai dibangun pada tahun 2001, serta diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 13 Januari 2002. Jembatan Kahayan menghubungkan Palangkaraya dengan dengan kabupaten Barito Selatan dan tembus ke kabupaten Barito Utara.





8. Jembatan Tengku Fisabilillah / Jembatan Barelang


Jembatan Tengku Fisabilillah atau sering disebut Jembatan Barelang, jembatan yang menghubungkan pulau Batam dan Tonton. It peregangan untuk 642 meter dan merupakan jembatan yang paling populer dari semua, menjadi jembatan tinggal kabel dengan dua tiang tinggi 199 m yang nd span utama 350 m


Jembatan Barelang (singkatan dari BAtam, REmpang, dan gaLANG) adalah nama jembatan yang menghubungkan pulau-pulau yaitu Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru. Masyarakat setempat menyebutnya "Jembatan Barelang", namun ada juga yang menyebutnya "Jembatan Habibie", karena beliau yang memprakarsai pembangunan jembatan itu untuk menfasilitasi ketiga pulau tersebut yang dirancang untuk dikembangkan menjadi wilayah industri di Kepulauan Riau. Ketiga pulau itu sekarang termasuk Provinsi Kepulauan Riau.

Keenam buah jembatan Barelang tersebut terdiri dari:
1.Jembatan Tengku Fisabilillah (jembatan I), jembatan yang terbesar
2.Jembatan Nara Singa (jembatan II)
3.Jembatan Raja Ali Haji (jembatan III)
4.Jembatan Sultan Zainal Abidin (jembatan IV)
5.Jembatan Tuanku Tambusai (jembatan V)
6.Jembatan Raja Kecik (jembatan VI)[1].

Jembatan Barelang dibuat untuk menghubungkan tiga pulau besar dan beberapa pulau kecil, yang termasuk dalam Provinsi Kepulauan Riau. Nama Barelang sendiri, merupakan akronim dari nama tiga pulau besar yang dihubungkan oleh jembatan ini, yakni Pulau Batam, Pulau Rempang, dan Pulau Galang. Jembatan sepanjang 2.264 m ini, terdiri dari rangkaian enam jembatan. Masing-masing diberi nama raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Melayu Riau pada abad 15―18 M.





7. Jembatan Rumpiang (753 m)

Rumpiang adalah sebuah desa kecil di tepi sungai Barito. Tapi, sekarang juga Rumpiang nama untuk jembatan ukuran besar dengan panjang 753 m seberang sungai Barito. Jembatan dibangun untuk jalan pintas akses dari Banjarmasin ke Muarabahan. Sebelum ini, orang harus menyeberangi sungai dengan menggunakan jasa feri.


6.Jembatan Mahulu (789 m)

Mahakam Ulu (Mahulu) yang sedang dibangun jembatan penyeberangan sungai Mahakam. Sungai ini digunakan untuk jalan transportasi batubara. Jembatan ini adalah salah satu dari lima jembatan yang melintasi sungai Mahakam dan Martadipura, Kertanegara, Mahulu, Mahkota I, dan Mahkota II. Jembatan panjangnya 789 m dengan saluran utama adalah 200 m.


5. Jembatan Barito (1082 m)

Jembatan Barito merupakan jembatan yang membelah Sungai Barito di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia. Jembatan ini memiliki panjang 1.082 meter melintasi Sungai Barito lebar 800 meter dan pulau kecil (Pulau Bakut) 200 meter lebar. Jembatan terdiri dari jembatan utama 902 meter, dan pendekatan jembatan 180 meter, lebar 10,37 meter. Ketinggian ruang bebas jembatan utama 15-18 meter, sehingga bisa digunakan untuk lalu lintas air.



4.Jembatan Ampera (1.117 m)

Jembatan yang menyebar di atas Sungai Musi menjadi karakteristik utama kota Palembang. Jembatan Ampera memiliki panjang 1.117 meter dan tinggi dari menara 78m. Namun, fitur khusus jembatan ini yang dapat dibuka dan ditutup, mekanisme ini tidak lagi bekerja, sedangkan adalah fakta, itu adalah satu-satunya jembatan di Indonesia dengan terbuka dan mekanisme tertutup. Sekarang hanya sejarah. Jembatan harus ditinggikan saham tengah setiap kali ada setiap kapal berukuran besar, dengan ketinggian di atas sembilan meter, akan berlalu dengan cepat. Baik untuk pergi ke hilir dan juga yang pergi ke hulu.



3. Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah (1.196 m)

Tengku Agung Sultanah Latifah Jembatan yang terletak di ibukota Provinsi Riau, Kabupaten Siak peregangan yang indah dia sungai Siak. "Pria Sungai" adalah nama panggilan dari sungai ini di masa lalu.Jembatan ini dirancang untuk umur lebih dari 100 tahun telah dibangun melalui sistem cable stayed, dengan konstruksi modern. Jembatan Siak Tengku Agung atau The Sutanah Latifah Jembatan dirancang sejak tahun 2001 oleh tim ahli dari ITB. 1196 meter, trotoar lebar 16,95 meter yang mengapit sisi kanan dan kiri jembatan. Jembatan ketinggian mencapai 23 meter di Sungai Siak tingkat air whidth mencapai sekitar 300 meter. Di jembatan berdiri dua menara setinggi 80 meter masing-masing dilengkapi dengan dua lift untuk sampai ke puncak menara. Kedepan dua menara ini akan menjadi "bernilai" di sektor pariwisata karena lokasi akan dibangun kafe sehingga pengunjung dapat menikmati keindahan panorama Siak yang dilintasi sungai yang berkelok-kelok seperti naga.




2. Jembatan Pasupati (2.147 m)

Sebagai ikon terbaru Bandung, cable stayed Pasupati jembatan (2.147 meter, lebar 21,53 meter) mungkin cukup terkenal di kalangan orang-orang yang mengenal kota ini. Cerita-cerita di balik itu, bagaimanapun, mungkin tidak asing bagi orang-orang yang tinggal di luar Bandung.



1. Jembatan Suramadu (5.438 m)

The Suramadu Bridge, juga dikenal sebagai Jembatan Surabaya-Madura, adalah sebuah jembatan dengan tiga bagian kabel tetap dibangun antara Surabaya di pulau Jawa dan kota Bangkalan di Pulau Madura di Indonesia. Dibuka pada tanggal 10 Juni 2009. 5.438 meter yang merupakan jembatan terpanjang di Indonesia dan jembatan pertama untuk menyeberangi Selat Madura.

Daftar Candi di Indonesia

Jawa Barat
1. Candi Cangkuang.

Photobucket

Candi Cangkuang adalah sebuah candi Hindu yang terdapat di Kampung Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut, Jawa Barat. Candi inilah juga yang pertama kali ditemukan di Tatar Sunda serta merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda.

Sejarah

Candi ini pertama kali ditemukan pada tahun 1966 oleh tim peneliti Harsoyo dan Uka Candrasasmita berdasarkan laporan Vorderman (terbit tahun 1893) mengenai adanya sebuah arca yang rusak serta makam leluhur Arif Muhammad di Leles. Selain menemukan reruntuhan candi, terdapat pula serpihan pisau serta batu-batu besar yang diperkirakan merupakan peninggalan zaman megalitikum. Penelitian selanjutnya (tahun 1967 dan 1968) berhasil menggali bangunan makam.

Photobucket

Walaupun hampir bisa dipastikan bahwa candi ini merupakan peninggalan agama Hindu (kira-kira abad ke-8 M, satu zaman dengan candi-candi di situs Batujaya dan Cibuaya?), yang mengherankan adalah adanya pemakaman Islam di sampingnya.

Geografi

Candi Cangkuang terdapat di sebuah pulau kecil yang bentuknya memanjang dari barat ke timur dengan luas 16,5 ha. Pulau kecil ini terdapat di tengah danau Cangkuang pada koordinat 106°54'36,79" Bujur Timur dan 7°06'09" Lintang Selatan. Di Wikimapia [1]. Selain pulau yang memiliki candi, di danau ini terdapat pula dua pulau lainnya dengan ukuran yang lebih kecil.

Photobucket
Patung Dalam Candi

Lokasi danau Cangkuang ini topografinya terdapat pada satu lembah yang subur kira-kira 600-an m l.b.l. yang dikelilingi pegunungan: Gunung Haruman (1.218 m l.b.l.) di sebelah timur - utara, Pasir Kadaleman (681 m l.b.l.) di timur selatan, Pasir Gadung (1.841 m l.b.l.) di sebelah selatan, Gunung Guntur (2.849 m l.b.l.) di sebelah barat-selatan, Gunung Malang (1.329 m l.b.l.) di sebelah barat, Gunung Mandalawangi di sebelah barat-utara, serta Gunung Kaledong (1.249 m l.b.l.) di sebelah utara.

Bangunan Candi

Bangunan Candi Cangkuang yang sekarang dapat kita saksikan merupakan hasil pemugaran yang diresmikan pada tahun 1978. Candi ini berdiri pada sebuah lahan persegi empat yang berukuran 4,7 x 4,7 m dengan tinggi 30 cm. Kaki bangunan yang menyokong pelipit padma, pelipit kumuda, dan pelipit pasagi ukurannya 4,5 x 4,5 m dengan tinggi 1,37 m. Di sisi timur terdapat penampil tempat tangga naik yang panjangnya 1,5 m dan lébar 1,26 m.

Tubuh bangunan candi bentuknya persegi empat 4,22 x 4,22 m dengan tinggi 2,49 m. Di sisi utara terdapat pintu masuk yang berukuran 1,56 m (tinggi) x 0,6 m (lebar). Puncak candi ada dua tingkat: persegi empat berukuran 3,8 x 3,8 m dengan tinggi 1,56 m dan 2,74 x 2,74 m yang tingginya 1,1 m. Di dalamnya terdapat ruangan berukuran 2,18 x 2,24 m yang tingginya 2,55 m. Di dasarnya terdapat cekungan berukuran 0,4 x 0,4 m yang dalamnya 7 m (dibangun ketika pemugaran supaya bangunan menjadi stabil).

Photobucket

Di antara sisa-sisa bangunan candi, ditemukan juga arca (tahun 1800-an) dengan posisi sedang bersila di atas padmasana ganda. Kaki kiri menyilang datar yang alasnya menghadap ke sebelah dalam paha kanan. Kaki kanan menghadap ke bawah beralaskan lapik. Di depan kaki kiri terdapat kepala sapi (nandi) yang telinganya mengarah ke depan. Dengan adanya kepala nandi ini, para ahli menganggap bahwa ini adalah arca Siwa. Kedua tangannya menengadah di atas paha. Pada tubuhnya terdapat penghias perut, penghias dada dan penghias telinga.

Keadaan arca ini sudah rusak, wajahnya datar, bagian tangan hingga kedua pergelangannya telah hilang. Lebar wajah 8 cm, lebar pundak 18 cm, lebar pinggang 9 cm, padmasana 38 cm (tingginya 14 cm), lapik 37 cm & 45 cm (tinggi 6 cm dan 19 cm), tinggi 41 cm.

Photobucket
Candi cangkuang yang berada ditengah danau

Candi Cangkuang sebagaimana terlihat sekarang ini, sesungguhnya adalah hasil rekayasa rekonstruksi, sebab bangunan aslinya hanyalah 35%-an. Oleh sebab itu, bentuk bangunan Candi Cangkuang yang sebenarnya belumlah diketahui.

Candi ini berjarak sekitar 3 m di sebelah selatan makam Arif Muhammad.

2. Candi Jiwa (Kerawang)

Photobucket
Candi Jiwa, hanya tinggal pondasi yang tersisa, tidak diketahui bentuk asli seperti apa

Temple of the Soul is part of some royal relic temple Tarumanegara. This Buddhist temple was first discovered by a farmer in 1984 a shepherd found the animal dead in that place. The location of this site is in Segaran village, Kecamatan Batu Jaya Karawang regency, West Java, about 36 km from Market Rengasdengklok.

Photobucket

Together Pandi guide who is also the local population we look around the temple of the Soul, Blandongan and an old well located on the temple site Unur Plate. Pandi tell apart the rest of the temple at the site also found pottery, human skeleton as well as jewelry and swords. Excavations led by hall of Antiquities of Banten Province. Temple of Soul is a temple that has been completely refurbished, as shown in the picture.

Jawa Tengah
Kabupaten Magelang

Pesawat Made In Indonesia

bila dihitung dengan berdirinya IPTN (nurtanio) tahun 1976, maka 30 tahun lebih industri dirgantara ini berjalan, sudah banyak produk yang di hasilkan.

Tapi bila berbicara mengenai proyek2nya, yang jalan tak banyak, hingga kini yang tertinggal hanya 2, NC-212 dan segera membuat C-212 seri 400 dan CN-235.

Adapun proyek2 pesawat yang pernah di buat PT.DI (selain lisensi) adalah :
1. N-250 berlanjut dengan N-250R (tidak ada beritanya lagi)
2. N-2130 jet ( berhenti)
3. N-219 commuter aircraft (nunggu pemodal)
4. ATRA-90 pesawt jet 120 penumpang dengan mesin propfan bekerja sama dengan boeing-mbb (berhenti)
5. NMX, executive jet dengan pemodal aeronimbus (berhenti)
6. Belibis WiG 8 penumpang dengan BPPT (belum ada kelanjutan)
7. CN-235 Next G (sedang berjalan, syukur sampai produksi)

untuk helicopter:
1. BN-109 bekerja sama dengan MBB (kini eurocopter) 1986-1987 (berhenti).
2. NH-2 dan NH-5 tahun 1996 (berhenti)

N-2130


Industri penerbangan Indonesia memang sarat kontroversi. Pernah melompat sangat maju, saat badai krisis ekonomi menghantam ia pun ikut terjungkal. Kini nyaris tak ada jejak kejayaannya yang tersisa. Tonggak sejarah penerbangan di Tanah Air memancang sejak 1948, ketika Wiweko Soepono berhasil menerbangkan pesawat rancangannya sendiri, RI-X WEL-1, di Pangkalan Udara Maospati, Madiun, Jawa Timur. Enam tahun kemudian, Nurtanio Pringgoadisuryo menyusul jejak Wiweko, menerbangkan pesawat NU-200 Si Kumbang. Sejak saat itu, deretan pesawat sederhana buatan dalam negeri berhasil mengudara, antara lain pesawat Belalang (pesawat latih), Si Kunang (pesawat olahraga yang dilengkapi dengan mesin Volkswagen), dan Kolintang. Lompatan lebih jauh terjadi mulai 1980-an. Saat itu Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN)-kini PT Dirgantara Indonesia (DI)-berhasil memperoleh lisensi pabrik pembuat pesawat dunia. Misalnya NC-212 (lisensi Casa), helikopter Puma, Super Puma (lisensi Prancis), dan helikopter Bell-412 (lisensi Amerika). Bekerja sama dengan Casa Spanyol, pada 1983, IPTN berhasil membuat CN-235, pesawat bermesin ganda berkapasitas 35 orang penumpang. Baru berjalan satu dasawarsa, saat posisi pesawat CN-235 di pasaran belum mapan, IPTN, yang dikomandoi Baharuddin Jusuf Habibie, langsung beralih ke pembuatan pesawat N-250 berkapasitas 60-70 penumpang. Dari sisi teknologi, N-250 tergolong sangat maju. Bermesin ganda Turboprop, N-250 telah memakai sistem kendali penerbangan fly-by-wire (FBW), mengganti komponen mekanik dengan komponen elektrik. Saat itu, IPTN menjadi pabrik pesawat terbang ketiga di dunia yang menggunakan teknologi FBW, setelah Airbus untuk A-320 (Eropa) dan Boeing untuk B-777 (Amerika). Sewaktu meluncurkan N-250 pada 1995, Habibie mengumumkan peluncuran proyek baru pesawat berbadan lebar N-2130. Pesawat ini bermesin ganda Turbojet, berkapasitas 100-130 penumpang. Kritik seketika mengalir deras. Habibie dianggap terlalu ambisius mengembangkan teknologi mercusuar tanpa memikirkan pemasarannya. Lompatan ke industri pesawat terbang berbadan lebar dinilai merupakan kesalahan fatal karena di kelas itu sudah terlalu banyak pemain mapan, seperti Airbus dan Boeing. Namun Habibie bersikukuh dengan proyek masa depannya. Hanya krisis ekonomi yang menerjang Indonesia pada 1997 yang mampu memupus ambisinya. Pemerintah menghentikan subsidi untuk kedua proyek itu. Akibatnya, proyek N-250, yang masih dalam uji terbang, dan proyek N-2130, yang baru tahap akhir rancangan awal, pun berhenti total. Direktur Teknologi PT Dirgantara Indonesia, Mochayan, mengatakan bahwa pihaknya belum bisa menghidupkan lagi kedua proyek yang mati mendadak itu. Mochayan mengakui, proyek N-250 bisa saja dibangkitkan. Tapi, selain memerlukan dana yang sangat besar, pemasarannya semakin sulit. "Kita sudah telat masuk pasar," katanya pekan lalu. Permintaan pasar pesawat komuter berbadan sedang yang muncul pada akhir 1990-an itu kini sudah diambil perusahaan lain yang memproduksi pesawat sekelas. Kalau N-250 yang hampir jadi saja terhenti, apalagi proyek N-2130 yang baru tahap rancangan. PT Dirgantara Indonesia sama sekali tak berminat menghidupkannya lagi. Di samping biaya pengembangannya terlalu mahal, persaingan di pasar jauh lebih berat. "Tidak feasible," kata Sekretaris Perusahaan PT Dirgantara Indonesia, Muchtar Sharief. Djoko Sardjadi, pakar penerbangan dari Aerospace Design Centre Teknik Penerbangan Institut Teknologi Bandung, menilai, meski nyaris bangkrut total, PT Dirgantara Indonesia sebenarnya tak bisa dikatakan gagal total. Dari sisi teknologi penerbangan, perusahaan itu telah mencapai prestasi yang spektakuler. Kegagalan yang terjadi, menurut Djoko, lebih merupakan kegagalan manajemen dalam pengembangan bisnis. Untuk pengembangan bisnis, Djoko menyarankan, setidaknya untuk 15 tahun ke depan, perusahaan berfokus ke pembuatan CN-235 dan pengembangan pesawat kecil, 10-20 penumpang. Pasar untuk pesawat kecil, kata Djoko, masih sangat terbuka, baik di pasar domestik, pasar regional Asia Tenggara, maupun pasar internasional. Keuntungan lainnya, produk pesawat kelas itu akan memakai teknologi yang ada dan sarana pemeliharaan yang sama. Menurut Muchtar, PT Dirgantara Indonesia memang sudah memilih mengembangkan pesawat kecil. Bekerja sama dengan Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand, perusahaan itu tengah mengembangkan pesawat berbaling-baling berkapasitas 19 penumpang. Pesawat bernama N-219 itu diperkirakan masuk pasaran tiga tahun mendatang. Harga jual pesawat bermesin ganda itu antara US$ 2,5 juta dan US$ 3 juta. Biaya operasionalnya sekitar US$ 200 per jam. "Harga dan biaya operasionalnya terjangkau, termasuk oleh pengusaha Indonesia," ujar Muchtar. Prospek pasarnya? Menurut kajian PT Dirgantara Indonesia, untuk kawasan regional Asia Tenggara saja, dalam 10 tahun ke depan kebutuhan pesawat sekelas N-219 bisa mencapai 600 buah. Di samping itu, pasar dalam negeri pun tergolong bagus. Maklum, masih banyak landasan yang tidak bisa didarati pesawat berbadan menengah dan lebar.

N-219



N-219 is a new generation of aircraft, designed with a true multi mission and multi purpose on remote areas in mind. It combines the most modern and robust aircraft system technologies with tried and proven all metal aircraft construction.
It has the largest cabin volume in its class and flexible door system to be efficiency utilized in multi mission passenger and cargo transport.



Indonesian Aerospace (IAe) is developing a new 19-seat aircraft, the N219. I spoke with the aircraft-maker's director of aero-structure Andi Alisjahbana, who sent me these pictures of the aircraft.

IAe already makes the CASA 212-200 under licence from Spain but the Indonesians are developing the N219 independently of CASA and argue that the Indonesian aircraft will not compete against the 212 because it is a slightly smaller aircraft and is a Part 23 rather than a Part 25 aircraft.

The Indonesians claim that the N219 will have a technologically-advanced tapered wing. Another selling point is that the cabin has three-abreast seating.

The product specs show the aircraft will have a maximum take-off weight of around 7t and its maximum payload will be 2.5t.

IAe will design the aircraft to take off from runways shorter than 600m-long.

It looks like the N219 will be competing for sales in the developing world against the Chinese-built Harbin Y12, which is also a 19-seat Part 23 aircraft. Although IAe is saying initially it will focus its sales efforts in Indonesia.

I've never really understood why China failed to pay more attention to developing its Y12 to capture the global market for 19-seat aircraft.

The competition in this segment had been pretty minimal and the Y12 is a good product. But now with IAe, Ruag (Dornier 228NG) and Viking Air (Twin Otter Series 400) coming into the market, things are going to get pretty crowded.

N-219 adalah pesawat generasi baru, yang dirancang oleh Dirgantara Indonesia dengan multi sejati multi misi dan tujuan di daerah-daerah terpencil. N-219 menggabungkan teknologi sistem pesawat yang paling modern dan canggih dengan mencoba dan terbukti semua logam konstruksi pesawat terbang. N-219 memiliki volume kabin terbesar di kelasnya dan pintu fleksibel efisiensi sistem yang akan digunakan dalam misi multi transportasi penumpang dan kargo. N-219 akan melakukan uji terbang di laboratorium uji terowongan angin pada bulan Maret 2010 nanti. Pesawat N219 baru akan bisa diserahkan kepada kostumer pertamanya untuk diterbangkan sekira tiga tahun atau empat tahun lagi. N-219 merupakan pengembangan dari NC-212.


Fitur Utama

  • Multi Purpose, dapat dikonfigurasi ulang
  • 19 Penumpang, tiga sejajar
  • Campuran kargo penumpang
  • Kinerja STOL
  • Biaya operasional rendah

Kinerja

  • Kecepatan jelajah maksimum: 213 KTS (395 km / jam)
  • Economical cruise speed: 190 KTS (352 km / jam)
  • Maksimum feri kisaran: 1.580 Nm
  • Take-off jarak (35 ft halangan): 465 m, ISA, SL
  • Landing jarak (50 ft halangan): 510 m, ISA, SL
  • Kecepatan stall: 73 KTS
  • Maximum take-off weight: 7.270 kg (16,000 lbs)
  • Maksimum payload: 2.500 kg (5.511 lb)
  • Tingkat panjat 2.300 ft / min semua operasi mesin
  • Range: 600 Nm

IPTN Product

NC-212-200



The NC-212-200 is a high-wing twin turboprop metal structure aircraft, of semi-monocoque design, with fixed landing gear. Designed principally for regional transport line with STOL characteristic, the NC-212-200 can be operated at from short unprepared airfields. 

FEATURES
  • Short take off and landing
  • Able to operate on unprepared airfields
  • Easy loading and unloading operations through ramp door
  • Quick change configuration

nc212.jpg (29614 bytes)

nc212_3_civil.jpg (16951 bytes)
nc212_mil.jpg (23337 bytes)

CONFIGURATION

  • Troop Transport
  • Paratroop Dropping
  • Maritime Patrol Aircraft
  • Cargo/Logistic Transport
  • Medical Evacuation
  • Aerial Delivery
  • VIP/VVIP
  • Rain Making
     

ENGINES
Two Garret TPE-331-10R-512 C turboprop engines
PROPELLERS
Two four-bladed Dowty Rotol type, constant speed propeller R334/4-82-F/1
WEIGHTS
Max. Taxi Weight 7,750 kg
Max. Take off Weight 7,700 kg
Max. Landing Weight 7,450 kg
Max. Zero Fuel Weight 7,100 kg
Max. Fuel Capacity 1,600 kg
Max. Payload 2,820 kg


PERFORMANCE
Take-off Distance 750 m
Landing Distance 560 m
Max Speed 197 knots
Service Ceiling (AEO) 3,048 m
CUSTOMERS (more than 100 aircraft have been delivered)
•  Indonesian Air Force Military Transport
• Indonesian Navy Military Transport & Patmar
• Indonesian Army Military Transport
• Indonesian Police Passenger Transport
• Merpati Nusantara Airlines Passenger Transport
• SMAC Passenger Transport
• Bouraq Passenger Transport
• MOAC Thailand Rain Making
• Deraya Passenger Transport
• Dirgantara Air Service Passenger Transport
• Pelita Air Service Passenger Transport
• Rapindo Passenger Transport
• Asahi Mantrust Passenger Transport
• PLP Curug Passenger Transport
• BPPT Rain Making
• South Sumatra Province Gov Passenger Transport
• Air Guam Passenger Transport

CN-235 Commercial

The CN-235 is an excellent commuter and utility aircraft design for regional transportation.
This aircraft was designed to meet the needs of commuters and utilityairline operators. Its features : lowest purchase price in its class, lowest maintenance cost in its class, efficient and cost effective fuel
consumption.

The CN-235-220 is a multiple commuter and utility aircraft in the regional transport. This aircraft readily meets all the requirements for passenger and utility operations. It offers : multi-role, quiets conversion capability, low operating costs, independent operation from ground equipment, short take-off and landing capability on short and unimproved runways.
As the CN-235 is a multipurpose aircraft, this also designed to fulfill the requirements of all light cargo military/civil operations.
The significant characteristic are as follows : quick turn around time, quick change from passenger configuration to cargo configuration, quick change from civil version to military version, STOL feature and outstanding performance in hot and high take off conditions, able to operate on unprepared airstrip, and easy maintenance.



cn235civ02.jpg (26676 bytes)




Civil Version Customers

Merpati Nusantara Airlines Passenger Transport
Air Venezuela Passenger Transport
Asian Spirit (the Philippines) Passenger Transport
MOAC Thailand Rain Making


CN-235 Maritime Patrol  Aircraft


Dirgantara Indonesia, with its CN-235 Maritime Patrol Aircraft (MPA) offers a turnkey service for such EEZ protection, as well as other multi-mission capabilities. The company's high-technology systems are reinforced by its expertise and experience in major international aircraft project. The CN-235's advanced multi-purpose platform is an optimal combination featuring medium range capability, large cabin space, sophisticated and fully integrated mission avionics systems. The MPA has an endurance exceeding 8 hours and a maximum take off weight (MTOW) of 16.000 kg.

     

IAe’s CN 235-220 Maritime Patrol Aircraft is an efficient and cost-effective for detecting, locating, classifying, identifying and recording targets to satisfy numerous missions, as well as :
  • Exclusive Economic Zone Control
  • Fisheries Protection
  • Pollution Control and Monitoring
  • Marine Traffic Control
  • Search and Rescue
  • Prevention of Smuggling, Terrorism and Piracy
  • Anti Surface Vessel / Anti Submarine Warfare
  • Protecting the Sovereignty of the Country

cnmpa_skema_tl.jpg (12292 bytes)cnmpa_skema_tr.jpg (16645 bytes)
cnmpa_skema_bl.jpg (14464 bytes)cnmpa_skema_br.jpg (15458 bytes)
The CN 235-220 sophisticated and advanced multi purpose platform is an optimal combination of medium range capability, spacious cabin and fully integrated mission avionics.
With its pressurized cabin and two high powered General Electric CT7-9C engines driving four bladed Hamilton Standard Propeller, the aircraft's 4,000 kg fuel capacity allows a flight endurance of between 8 to 10 hours.
These features, together with its Short Take-off and Landing (STOL) capability and Maximum Take-Off Weight (MTOW) of 16,100 kg, will meet above mention mission requirements.


CN-235 Military


Dirgantara Indonesia's CN-235 Military aircraft (MIL) exploits its full capabilities. Dirgantara Indonesia's experience is evident in the production line where improvements in manufacturing and engineering technology are continuously introduced to maintain the highest quality and analytic standards for the CN-235 military aircraft.

FeatureShort
  • Take-Off Landing
  • Able to Operate on Unprepared Airfields
  • Easy Loading and Unloading Operations through Ramp Door
  • Low Maintenance Cost
  • Mission Versatility
  • High Visibility Windscreen

Configuration

  • Troop Transport
  • Paratroop Dropping
  • Maritime Patrol Aircraft
  • Anti Submarine Warfare
  • Cargo/Logistic Transport
  • Medical Evacuation
  • Aerial Delivery
  • VIP/VVIP
Performance



Take-off Distance 1,037 m
Landing Distance 1,068 m
Max Speed 230 knots
Long Range Speed 213 knots
Service Ceiling (AEO) 7,924 m


cn_military4.jpg (35449 bytes)




Dimension
Overall Span 25.81 m
Overall Length 21.40 m
Overall Height 8.17 m
Wheel Tack 3.90 m
Wheel Base 6.92 m
Cabin Volume 41.88 m3
cn_military5.jpg (30482 bytes)
Engine
Two General Electric CT7-9C Turboprop Engines
Propeller
Two four-bladed Hamilton Standard HS 14 RF-21 propellers
Weights
- Max. Taxi Weight 16,550 kg
- Max. Take-off Weight 16,500 kg
- Max. Landing Weight 16,500 kg
- Max. Zero Fuel Weight 15,400 kg
- Max. Fuel Capacity 4,000 kg
Military Customers

Korean Air Force Military Transport & V I P
TUDM Malaysia Military Transport & V I P
Pakistan Air Force Military Transport & V I P
UAE Air Force Military Transport & V I P
Royal Brunei Air Force Military Transport
Indonesian Air Force Military Transport & MPA
Burkina Faso Military Transport


NBO-105



The NBO-105 has been developed as one of the first twin engined multi-purpose helicopters with a hingeless rotor system. With the "System Bolkow" hingeless rotor, The NBO-105 flying qualities are better than with conventional rotor systems. This applies in particular to the hovering qualities and the manoeuverability under all flight conditions.

NBO–105 CB/S
the multi purpose helicopter for every mission
  • General Utility Mission
  • Search and Rescue Operations
  • Personal Transport
  • Offshore Operations
  • Medical Operations/EMS Version
  • Military Operations
  • Law Enforcement Operations
The NBO-105 has been developed as one of the first twin engine multi purpose helicopter with a hingeless rotor system. Thanks to the System Bolkow hingeless rotor, the NBO-105 is flying qualities are better than those of known helicopters with conventional rotor systems. This applies in particular to the hovering qualities and the maneuverability under all flight conditions. It has a skid type landing gear with plastically deformable cross tubes.
The fuselage of the NBO-105 CB/CBS both of lightweight semi monocoque aluminium construction with non stressed part of fiberglass reinforced plastic. The difference between the CB and CBS is a 10 inch (25cm) stretch ("S") in the cabin of the CBS model.
The main features of the Varians’s NBO-105 CB/CBS multi purpose helicopters are :
  • The hingeless rotor "System Bolkow" with titanium rotor head, fiberglass reinforced plastic main rotor blades, with anti-erosion strips.
  • The high set semi-rigid two bladed tail rotor with fiberglass reinforced plastic tail rotor blades, with anti-erosion strips.
  • Twin engine safety using two Allison 250-C20CB gas tubines.
  • Practical and modern airframe with spacious cabin and large cargo compartment. 
NBO Mexico
NBO Mexico in Action
NBO milik TNI-AD
 NBO TNI-AL 
BO105-NV412














Indonesian Police NBO-105
Indonesian Police NBO
NBO-105 with Colibri
NBO TNI-AU SAR
NBO-105 TNI-AD



    The MILITARY NBO-105 FAMILY the multi purpose concept of NBO-105 enables conversion in just minutes for a wide variety of different missions
    The NBO-105 twin engine, military multi purpose light helicopter offers a broad spectrum for unarmed and armed missions.
    The NBO-105 is available in 3 main version :
    • Unarmed/Utility version
    • Armed version-Guns/rocket
    • Armed version-Missiles
    The NBO-105 Military Helicopter Provides :
    • Out standing flight characteristic
    • Excellent maneuverability
    • High degree of reliability
    • Low detect ability owing to compact external dimensions
    • Operation independent of permanent bases posible, lncluding field maintenance
    • High mission availability and efficiency
    • Available of modern Night Vision Goggles compatible cockpit Management System



    nbo105_dim_tl.gif (18594 bytes)nbo105_dim_tr.gif (19198 bytes)
    nbo105_dim_bl.gif (20444 bytes)nbo105_dim_br.gif (17170 bytes)


    PERFORMANCE
    Base on standard day conditions (ISA), Gross weight : 2,300 kg (5,070 lb)
    Maximum Speed Vne at SL 270
    km/h
    145 kts
    Maximum Cruising Speed at SL 242 km/h 131 kts
    Rate of Climb at SL (MCP) 8,7 m/sec 1,713 ft/min
    Hover Ceiling, IGE (TOP)
       no wind (3 ft AGL )
    2,682 m 8,800 ft
    Hover Ceiling, OGE (TOP) 1,981 m 6,500 ft
    Max. Operating Altitude
       Capacity at SL (no reserve)
    565 km 305 nm
    Endurance (Standard fuel, no reserve) 3.5 h
    Max. Operating Altitude 5,182 m 17,000 ft
    MCP : Maximum Continuous Power
    TOP : Take Off Power

    WEIGHT                                                     NBO-105 CB NBO-105 CBS
    Weight Empty Weight (basic version) 1,277 kg 2,8152.2 lbs 1,301 kg 2,868 lbs
    Max. Take Off Weight 2,500 kg 5,511 lbs 2,500 kg 5,511 lbs
    Standard Weight Empty (wet) incll, lubricants, hydraulic fluids and unusable fuel 1,227 kg 2,705 lbs 1,248 kg 2,751 lbs
    Operational Empty Weight (Basic version wet) 1,354 kg 2,985 lbs 1,378 kg 3,037 lbs
    Max. Standard Fuel 456 kg 1,005.3 lbs 456 kg 1,005.3 lbs
    Payload 690 kg 1,521.1 lbs 666 kg 1,468 lbs

    NAS-332

    The general utility application normally means occasional passenger transport, military mission, offshore operation and casualty transportation wherever required.


    Perakitan NAS-332 Super Puma di PT.DI

    The Super Puma is well suited for multi mission application.
    • Maritime Patrol Missions
    • Search And Rescue
    • Aerial Work
    • Executive and VIP Transport
    • Commuter Transport
    • Oil Industry Operations
    • Military Missions
    • Multi Role Naval Missions
    Designed to last out century, the Super Puma owes the above qualities of safety, operational efficiency, versatility, economy and comfort to the incorporation of the very latest technology, it is thus the fruit of through research, applied to the following areas :
    • Using more composite materials
    • High engine efficiency, low fuel consumption
    • Rotor-head frequency adapters
    • Modular design for main power train assemblies
    • Simplified maintenance with the TBOs
    • Newly designed systems
    With its blend of new technologies, the Super Puma embodies all the qualities expected of a modern helicopter, in terms both of performance and of operational characteristic.
    The Super Puma Military version, suitability for Modern Combat Conditions
    The Super Puma Military version helicopter is a multi purpose twin engine transport helicopter for :
    • Utility Version (no armament capability)
    • Utility + Armament capability (canons, machine guns, rockets)
    The Super Puma Naval Mission, is The True Multi-role Naval Helicopter
    In order to achieve in the most efficient way maritime surveillance of wide areas, early warning for naval task force, anti surface and anti submarine warfare, the Super Puma is equipped with a sophisticated electronic package, associating the latest generation sensor with power computing equipment.









    nas332_dim_tl.gif (16947 bytes)nas332_dim_tr.gif (16246 bytes)
    nas332_dim_bl.gif (19759 bytes)nas332_dim_br.gif (16770 bytes)
    PERFORMANCE
    Performance on 2 engine

                                                         NAS-332 C1                      NAS-332 L1
    Max. Speed Vne 278 km/hr 50 kts 278 km/hr 150 kts
    Fast Cruise Speed 258 km/hr 139 kts 262 km/hr 141 kts
    Economical Cruise Speed 248 km/hr 134 kts 252 km/hr 136 kts
    Fuel Consumption at
    Economical Cruise Speed
    510 kg/hr 1,124 lb./h 502 kg/hr 1,107 lb./h
    Rate of Climb at 70 kts 7.2 m/sec 1,417 ft/min 8.2 m/sec 1,618 ft/min
    Hover Ceiling IGE (10 ft)
      - ISA 2,800 m 9,196 ft 3,250 m 10,663 ft
      - ISA + 20 degree C 1,800 m 5,906 ft 2,300 m 7,546 ft
    Hover Ceiling OGE
      - ISA 1,650 m 5,413 ft 2,300 m 7,546 ft
      - ISA + 20 degree C 850 m 2,789 ft 1,400 m 4,593 ft
     
    WEIGHT                   NAS-332 C1                 NAS-332 L1
    Max. Take Off Weight 9,000 kg 19,840 lbs 8,600 kg 18,960 lbs
    Empty Weight 4,330 kg 9,546 lbs 4,460 kg 9,832 lbs
    Useful Load 4,670 kg 10,294 lbs 4,140 kg 9,128 lbs
    Max. Gross Weight 9,000 kg 19,840 lbs 8,600 kg 18,960 lbs
    Max. Gross Weight in
      External Load
    9,350 kg 20,615 lbs 9,350 kg 20,615 lbs
    Max. Cargo Sling Load 4,500 kg 9,920 lbs 4,500 kg 9,920 lbs


    NBELL-412

     The NBELL-412 helicopter has been designed for a wide range of applications as :
    • Personal Transportation
    • Search And Rescue
    • Offshore Operation
    • Medical Support/Ambulance Mission
    • Oil Industry Operations
    • Military Missions
    • Law Enforcement Operations
    The NBELL-412 is a medium size 15-places turbine powered helicopter incorporating a four bladed rotor system.
    The advanced designed rotor system permits smooth and quiet operations with the advanced of being able to fly at high speed.
    The standard 412 is certified in accordance with FAA-FAR Part-29 Transport Category Rotorcraft, and it is qualified for day or night operation under visual flight conditions.
    With cruise speed of 130 knots and range of up to 402 nautical miles, the NBELL-412 will be a particularly desirable aircraft for transport mission, providing a fast, efficient fuel consumption, reliable, low direct operation cost, as its low risk design priorities : High safety, Low Maintenance, High availability and Low Cost of Operation.
    With more than 5,405 pounds (2,452 kilograms) internal use load capacity plus a cabin with wide doors for easy loading makes the NBELL-412 ideal for rough terrain construction task, and to supply remote area jobs sites. For increased work handling versatility, it boosts exceptional hot-high altitude operating characteristic.














    nbell412_dim_tl.gif (18000 bytes)nbell412_dim_tr.gif (19306 bytes)
    nbell412_dim_bl.gif (22167 bytes)nbell412_dim_br.gif (22436 bytes)


    PERFORMANCE
    Conditions : Standard Day
    Hovering Ceiling (TOP Capability) :
       - IGE Standard Day
    10,200
    ft
       - Standard Day + 20 degree C 6,200
    ft
       - OGE Standard Day 5,200
    ft
    Service Ceiling (OEI, 30 Minute Power) 6,800
    ft
    Max. Continuous Cruise TAS (Sea Level) 122
    kts
    Max. Continuous Cruise TAS (5,000 ft) 124
    kts
    Long Range Cruise Speed, 5,000 ft (avg) 130
    kts
    Range @ LRC Speed, No Reserve (5,000 ft) 402
    nm

    WEIGHT
    Take off Gross Weight 11,900 lbs
    VFR Standard Configuration Weight 6,505 lbs
    IFR Standard Configuration Weight 6,616 lbs
    Normal Gross Weight 11,900 lbs
    External Load Gross Weight 11,900 lbs
    VFR Standard Configuration Useful Load
       (Gross Wt Standard Configuration Wt)
    5,395 lbs
    IFR Standard Configuration Useful Load
       (Gross Wt Standard Configuration Wt)
    5,284 lbs
    Maximum External Load (Hook Capacity 5,000 lbs) 4,500 lbs